defisit terjadi untuk komoditas bawang, daging ayam, telur ayam, gula pasir dan minyak goreng.
Banda Aceh – Perkembangan inflasi Aceh, proyeksi inflasi, rencana program kerja TPID Aceh, serta informasi mengenai Kerjasama Antar Daerah yang menurut hemat kami sangat relevan untuk diimplementasikan, dalam upaya pengendalian inflasi di Aceh.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Aceh Achris Sarwani memberikan pemaparan dalam kegiatan High Level meeting TPID Aceh di anjong mon mata menjelaskan, Dalam beberapa bulan terakhir, inflasi Aceh berada di atas inflasi nasional. Di awal tahun 2021, faktor cuaca yang kurang baik mempengaruhi aktivitas produksi masyarakat, terutama nelayan, sehingga pasokan barang kebutuhan di Aceh terganggu. Hingga bulan Februari 2021, laju inflasi Aceh menurut tahun kalender (ytd) tercatat sebesar 0,13%, sedangkan secara tahunan (yoy) berada pada level 2,59%, atau berada di atas rata-rata inflasi nasional yang sebesar 1,38%.
“Bila dilihat berdasarkan kota pantauan inflasi di Aceh yakni Banda Aceh, Lhokseumawe, dan Meulaboh, level inflasi tertinggi terjadi di Kota Lhokseumawe yakni sebesar 3,06%, kemudian disusul kota Meulaboh (2,73%), dan Kota Banda Aceh (2,33%). Dalam 2 tahun terakhir, Kota Meulaboh menjadi kota yang paling tinggi inflasi tahunannya. Namun sejak 2021, posisi Kota Meulaboh digantikan oleh Kota Lhokseumawe”.
Dari 3 kota pantauan inflasi di Aceh, hasil asesmen kami menunjukkan bahwa Kota Banda Aceh memiliki pengaruh/korelasi yang besar terhadap pembentukan inflasi Aceh. Terlihat dari pola inflasi Aceh yang memiliki kesamaan dengan pola inflasi Banda Aceh, Oleh karena itu, peran TPID Kota Banda Aceh sangat strategis dalam mengendalikan inflasi di Banda Aceh, karena akan berdampak signifikan terhadap angka inflasi Aceh. Selama ini kami melihat koordinasi TPID Banda Aceh dengan Bank Indonesia berjalan dengan baik dan intens, tuturnya.
Bila memperhatikan data 5 tahun terakhir, beberapa komoditas yang secara rutin menjadi penyumbang inflasi di Aceh adalah daging ayam, ikan tongkol, cumi-cumi, bawang merah, udang, telur ayam, daging sapi, dan cabai merah. Komoditas tersebut memang bahan-bahan yang sering digunakan dalam makanan keseharian masyarakat Aceh, ataupun menu hidangan di rumah makan dan restoran di Aceh, terutama menjelang bulan Ramadhan, tekanan inflasi diperkirakan akan meningkat, seiring dengan meningkatnya permintaan masyarakat akan kebutuhan barang/jasa. Data 5 tahun terakhir menunjukkan, pada bulan puasa dan lebaran, angka inflasi mengalami kenaikan signifikan, sebagaimana terlihat dari grafik yang kami tayangkan, imbuhnya.
“Kami memaklumi, budaya masyarakat Aceh yang bersuka cita menyambut bulan Ramadhan dan lebaran, memang sesuatu yang tidak bisa dihindari. Namun sebagai pihak yang terlibat dalam pengendalian inflasi, kami memandang perlunya himbauan kepada masyarakat, agar dapat berbelanja dengan bijak, sesuai kebutuhan”.
Sebagaimana tahun sebelumnya, TPID Aceh melaksanakan program himbauan belanja bijak, baik melalui media, ataupun materi ceramah dan khutbah sholat Jumat dan tarawih. Kiranya hal ini dapat kita lakukan lagi di tahun 2021, sehingga dapat mengurangi tekanan inflasi melalui jalur demand/permintaan, Kami mencoba melakukan asesmen terhadap inflasi di bulan Ramadhan selama 4 tahun terakhir, dan diperoleh hasil rata-rata inflasi di bulan Ramadhan dan lebaran sejak tahun 2017 s.d. 2020 adalah sebesar 3,18 (yoy), dan 0,57% (mtm). Angka yang tergolong tinggi bila dibandingkan angka inflasi Aceh pada bulan lainnya, katanya.
Sementara dari sisi komoditas, penyumbang utama inflasi selama Ramadhan dan lebaran diantaranya adalah kelompok bahan makanan, sandang, makanan jadi, dan transportasi. Hal ini terkonfirmasi dengan ramainya pasar dan pusat perbelanjaan di Aceh selama bulan puasa, serta banyaknya penjual makanan takjil di sepanjang jalan-jalan perkotaan di Aceh. Belum lagi budaya buka puasa bersama yang marak terjadi di Aceh, bahkan Indonesia pada umumnya.
Lebih lanjut kami mencermati, kenaikan harga barang umumnya terjadi H-4 Ramadhan dan lebaran. Budaya meugang di Aceh kami perkirakan menjadi salah satu pemicu kenaikan harga tersebut. Oleh karena itu, kami berpandangan bahwa momen ini merupakan saat yang tepat bagi SKPA/SKPK yang memiliki program operasi pasar, untuk melaksanakan kegiatan operasi pasar, dalam rangka mengurangi gejolak harga, berdasarkan survey pemantauan harga yang kami lakukan, hingga minggu kedua bulan Maret 2021, terdapat komoditas yang harganya mengalami tren peningkatan, yaitu bawang putih dan cabai merah. Sementara komoditas lainnya tetap stabil, dan ada yang mengalami penurunan, seperti daging ayam ras, bawang merah, udang basah, dan tongkol.
“Dalam 1 atau 2 bulan kedepan, kami melihat adanya potensi risiko tekanan inflasi, terutama dari sisi permintaan. Hasil analisa kami dari data Google Mobility Indeks, aktivitas di luar rumah masyarakat Aceh mengalami tren peningkatan, setelah di awal pandemi sempat drop. Selain itu, data konsumsi listrik dan BBM juga terus tumbuh, yang mengindikasikan aktivitas keseharian dan mobilitas masyarakat Aceh berangsur normal”.
Achris mengatakan, bahwa potensi dan risiko lainnya juga bisa datang dari kunjungan masyarakat luar Aceh terutama dari Medan dan Jakarta, yang datang ke Aceh, baik dalam rangka mudik ataupun berwisata. Meskipun telah ada larangan mudik, namun tidak menutup kemungkinan adanya masyarakat yang tetap mudik, terutama melalui jalur darat. Aktivitas masyarakat di Jakarta dan Medan yang juga mulai menunjukkan peningkatan, dapat menjadi indikasi awal adanya peluang pergerakan masyarakat dari kedua kota tersebut ke Aceh, meningkatnya aktivitas masyarakat Aceh dan adanya arus masuk orang ke Aceh, dapat menyebabkan peningkatan permintaan terhadap barang/jasa, yang apabila tidak diiringi pasokan yang cukup, akan menyebabkan inflasi
“Faktor risiko lainnya dari sisi permintaan yang dapat memicu inflasi adalah, bertambahnya jumlah uang yang beredar di Aceh. Pola realisasi APBA selama ini menunjukkan, di triwulan II terjadi peningkatan realisasi yang cukup signifikan, seiring dengan telah berjalannya program kerja pemerintah. Pencairan dana pemerintah tersebut akan menambah likuiditas uang beredar di masyarakat. Secara teori ekonomi, pertumbuhan jumlah uang beredar yang lebih cepat dibandingkan dengan penambahan persediaan barang di pasar, akan menyebabkan inflasi”, Data Bank Indonesia juga menunjukkan, di setiap triwulan II terjadi peningkatan signifikan jumlah uang yang keluar dari BI (outflow), untuk memenuhi kebutuhan perbankan Aceh.
Berikutnya, kami akan menyampaikan proyeksi inflasi yang telah kami coba susun, berdasarkan model ekonometrika dengan menggunakan variable-variabel tertentu. Angka proyeksi ini semoga dapat bermanfaat bagi kita semua, dalam merumuskan dan mengambil kebijakan terkait pengendalian inflasi, pada tahun 2021, kami memroyeksikan inflasi Aceh secara tahunan akan berada di kisaran 2,34 hingga 2,74%. Sementara pada tahun 2022, inflasi Aceh kami perkirakan mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2021, yaitu sebesar 2,83 s.d. 3,23%. Kedua proyeksi angka inflasi tersebut masih berada dalam kisaran target inflasi nasional tahun 2021 dan 2022, yaitu 3% plus minus 1%, atau 2 hingga 4%.
Beberapa faktor yang dapat menjadi pemicu kenaikan inflasi pad atahun 2021 diantaranya program vaksinasi yang apabila berjalan lancar, akan meningkatkan aktivitas masyarakat, sehingga permintaan terhadap barang/jasa akan bertambah. Selain itu, kebijakan BI yang menurunkan suku bunga kebijakan, akan diikuti dengan penurunan bunga kredit perbankan, sehingga dapat meningkatkan permintaan kredit masyarakat, terutama untuk tujuan konsumtif.
“Sementara faktor-faktor yang dapat membantu meredam gejolak inflasi diantaranya kondisi cuaca Aceh yang membaik, realisasi program pengendalian inflasi oleh TPID seperti operasi pasar, serta tren menurunnya harga emas pasca membaiknya ekonomi global”.
Achris menuturkan, hasil rapat tim teknis TPID Provinsi Aceh yang dilakukan awal Maret lalu, menyepakati beberapa usulan program kerja TPID Aceh sebagaimana tayangan terlampir. Program-program tersebut disusun sesuai dengan kewenangan dan program kerja yang dimiliki masing-masing anggota TPID, sehingga memudahkan dalam pelaksanaannya nanti. Dari program-program tersebut, Tim Teknis TPID mencoba menjabarkan lebih rinci mengenai langkah tindaklanjut, serta SKPA/Instansi yang tepat menjadi PIC nya. Hal ini diharapkan dapat memudahkan koordinasi dan monitor progress program kerja tersebut. HLM TPID hari ini, berharap kiranya Bapak Gubernur selaku Ketua TPID, dapat memberikan arahan dan keputusan terhadap usulan program kerja dimaksud, yang nantinya dapat menjadi acuan bagi TPId Provinsi dan Kabupaten/Kota se Provinsi Aceh.
Salah satu program kerja TPID tahun 2021 yang coba kami highlight adalah terkait Kerjasama Antar Daerah (KAD). Kami memandang, KAD ini sangat tepat bila diterapkan di Aceh, sebagai bagian dari upaya pengendalian inflasi.
Data Badan Ketahanan Pangan menunjukkan, setiap provinsi di Sumatera memiliki surplus dan defisit terhadap komoditas pangan. Khusus Aceh, surplus terjadi pada komoditas beras, cabai merah dan cabai rawit. Sementara defisit terjadi untuk komoditas bawang, daging ayam, telur ayam, gula pasir dan minyak goreng, mengetahui komoditas yang defisit, kiranya kita dapat mencari provinsi mana yang memiliki surplus terhadap komoditas tersebut. Selanjutnya Provinsi Aceh dapat menjalin KAD dengan provinsi tersebut, sehingga defisit barang kebutuhan yang terjadi di Aceh dapat dipenuhi. Hal yang sama juga dapat diterapkan untuk komoditas Aceh yang mengalami surplus, tegasnya
Menurut kami KAD sangat tepat untuk diimplementasikan di Aceh, bila melihat beberapa tantangan yang dihadapi Aceh dalam memenuhi kebutuhan barang masyarakat. KAD dapat dilakukan antar provinsi, maupun intra provinsi (antar kabupaten/kota di Aceh). Sementara pelakunya bisa antara pemerintah dengan pemerintah (BUMD), atau antara pemerintah dengan pengusaha, atau antara pengusaha dengan pengusaha (B2B). Dengan KAD, diharapkan dapat mengurangi tekanan inflasi dari sisi supply. KAD memiliki manfaat dari sisi daerah produsen, maupun konsumen. Sebagai daerah konsumen, KAD akan menciptakan kepastian pasokan barang, sehingga harga lebih stabil. Sementara dari sisi daerah produsen, KAD akan menjadikan harga jual produk pertanian masyarakat setempat lebih terjamin, karena adanya kepastian pasar, saat ini kami sedang mencoba memfasilitasi 2 program KAD, yaitu antara Perpadi dengan BUMD Dhirga Surya milik Pemprov Sumatera Utara, dan PT Kelola Pangan Indonesia dengan kelompok Tani di Sumatera Barat. Kami berharap dengan masuknya KAD dalam program TPID Aceh, dapat menciptakan KAD lainnya di Aceh, tutup achris. (Adv)
Discussion about this post