Aceh Besar – Meski telah berganti kepemilikan dan nama, ternyata kehadiran PT. Solusi Bangun Andalas belum dirasakan manfaat oleh warga Kecamatan Leupung, dimana perusahan plat merah itu melakukan aktifitasnya.
Bergerak dibidang tambang kapur untuk produksi semen, PT. SBA telah diakuisisi oleh PT. Semen Indonesia Groub Tbk pada 2019 lalu dari PT. Holcim Indonesia yang manyoritas sahamnya dimili pemodal asing.
“Boleh saja dimiliki oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), tapi kehadiran PT. SBA belum memberikan dampak signifikan untuk mengdongkrak taraf hiduh masyarakat sekitar, padahal kami yang berisiko tingga karena tinggal dikawasan aktifitas mereka,” ungkap Yunizar, Ketua Tuha Peut Gampong Meunasah Mesjid pada media ini, Kamis 25 Februari 2021.
Yunizar menceritakan 2010 lalu, melalui program CSR, PT. SBA memberikan bantuan mesin pompa air di Gampong Meunasah Bak U, untuk proyek penyediaan air bersih di 6 Gampong di Kecamatan Leupung. Sayangnya, bantuan tersebut tidak bisa dimanfaatkan warga dan dibiarkan terbengkalai.
Belum lagi, pemberian mesin penggilingan padi di Gampong Meunasah Mesjid dan tambak garam yang diberikan pada 2016 lalu, sayangnya sampai hari ini masih juga terbengkalai tanpa ada perawatan baik dalam bentuk fisik maupun non fisik.
“Seharusnya, pihak PT.SBA memberikan pendampingan jangan memberikan bantuan saja. Ini terkesan memang tidak iklas dalam memberikan bantuan. Padahal, dalm MoU jelas tersebut bahwa dalam satu tahun ada dana CSR Rp. 3 miliar. Ini bantuan besar sekali, tapi pertanyannya kemana kenapa hingga 11 tahun berlalu belum memberikan manfaat untuk warga,” jelasanya.
Menurutnya, bukan hanya persoalan CSR yang tidak tepat sasaran dan terkesan tidak transparan, persolana lain adalah terkait tanah ulayat yang terus di ekplorasi oleh PT.SBA tanpa dilakukan ganti rugi pada warga.
“Tentu, kita tidak anti dengan investasi, tapi jika kehadiran mereka tidak memberikan manfaat apa-apa untuk warga sekitar dan Aceh pada umunya, mendingan tidak usah ada,” ungkapnya.
Menurut Yunizar, kegiatan ekplorasi telah dilakukan oleh PT. SBA puluhan tahun namun belum memberikan maafaat nyata untuk warga sekitar hingga kini, apalagi setelah kapur habis maka perusahan akan minggat dan hanya meninggalkan kemudharatan untuk warga.
“Yang kita gugat itu hak kita sebagai warga yang tinggal dan mencari nafkah di sekitar tambang mereka, tapi nampaknya memang menjadikan kita sapi perahan saja tampa memikirkan nasib warga sekitar, ini benar-benar seperti hidup di jaman kolonial lagi,” ujarnya.
Dia berharap, Pemkab Aceh Besar dan legislatif untuk melihat langsung, khususnya bantuan yang diberikan PT.SBA melalui program CSR yang hingga kini tidak bisa dinikmati oleh warga.
“Kami minta keadilan, supaya setelah PT.SBA tidak lagi melakukan ekplorasi tidak meninggalkan kemudharatan bagi anak dan cucu kami yang akan terus tinggal disana,” harapnya dengan suara lirih.
Discussion about this post