Banda Aceh – Muzakir,SH,CIL, Kuasa Hukum Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) Aceh Jaya, Mahdi menyesalkan pemberitaan media dan statemen sekretaris DPW PDA Aceh Jaya, Nasri Saputra tentang status Mahdi yang masuk dalam Daftar Pencairan Orang (DPO) penyidik Polda Aceh.
Menurutnya, komentar Nasri Saputra seolah-olah telah menjustifikasi bahwa dengan penetapan DPO, Mahdi sudah bersalah. Padahal, dimata hukum, seseorang dinyatakan bersalah telah melewati berbagai tahapan putusan hukum hinggan dinyatakan putusan yang berkekuatan hukum tetap atau inkracht van geweisde.
“Di negara Republik Indonesia ini kita harus jadikan hukum sebagai panglima tertinggi. Siapa pun sebagai warga negara yang baik harus taat asas hukum praduga tidak bersalah atau presumption of innocence plesemsen. Jadi klien kami belum tentu bersalah karena belum ada penetapan pengadilan yang bersifat inkracht van geweisde,” tegas Muzakir pada media ini di Banda Aceh, Kamis 24 Desember 2020.
Menurut Muzakir, sikap oknum yang mengaku Sekjen PDA Aceh sangat disesalkan apalagi telah membawa nama partai. Seharusnya, oknum tersebut belajar dulu apa itu DPO sebelum banyak berkementar pada media.
Akibat komentarnya yang tidak mendasar itu telah membuat keluarga besar Mahdi malu, termasuk mengganggu psikis anak-anak yang masih kecil dan bersekolah.
“Kita juga tengah mempertimbangkan media yang memberitakannya untuk kita laporkan terkait UU ITE. Karena beritanya sepihak dan tanpa dilakukan klarifikasi,” ungkapnya
Muzakir memaparkan, dalam kasus yang menjerat kliennya itu, penyidik Polda Aceh telah melakukan tugasnya dengan baik. Mulai dari melakukan pemanggilan tiga kali hingga memasukkan dalam DPO.
“Kita apresiasi kerja penyidik Polda Aceh. Mereka telah melaksanakan tugasnya dengan baik. Namun, yang menjadi persoalan adalah, ada oknum yang mengaku sebagai Sekjen DPW PDA Aceh Jaya yang terlalu jauh berkomentar sampai meminta Bupati mencopot klien kami dari posisinya sebagai Kepala ULP. Apa hak dia meminta? Terkesan, dia sudah mendahului kerja keras polisi. Kenapa marah sekali dia dengan klien kami? Ini menjadi tanda tanya kita,” ungkap Muzakir.
Terkait dengan jabatan Kepala ULP yang diepegang oleh Mahdi, yang meminta Bupati untuk memecatnya, tanpa dimintapun, jabatan tersebut akan berakhir. Karena, setahunya jabatan Kepala ULP berlaku hanya satu tahun. Tanpa ada pengangkatan kembali, maka otomatis akan berakhir.
“Jadi, tanpa dimintapun, jabatan Mahdi akan berakhir, inikan sudah dipenghujung tahun,” ungkapnya.
Nah, Muzakir justru mengapresiasi komentar dari Direktur LSM Aceh Jaya Institute, Maimun Panga yang meminta semua pihak untuk tidak menyertakan Bupati T. Irfan TB, terkait Kepala ULP Aceh Jaya, Mahdi yang sedang bermasalah dengan hukum.
Menurut Muzakir, semua pihak harus menahan diri untuk berkoar-koar. Dia meminta, semua pihak khususnya di Aceh Jaya untuk mempercayakan kasus ini pada penyidik Polda Aceh untuk mengungkap sejelas-jelasnya.
Dia menjelaskan, kasus yang menimpa kliennya itu berawal dari laporan dari warga yang merasa ditipu oleh kliennya terkait cek kosong dalam pembayaran utang piutang senilai Rp. 200 juta.
Informasi yang dia terima dari kliennya itu, cek tersebut diterima dari seorang kawan kliennya yang berinisial R. bahkan, kliennya tidak mengetahui dengan keabsahan cek tersebut, kabar cek kosong itu justru diketahui setelah dilaporkan ke Polisi.
Muzakir berpendapat, kliennya itu tidak menipu, dalam posisi kasus ini justru masuk ranah perdata tentang wanprestasi karena terlapor atau tersangka sudah mempunyai niat baik dengan cara membayar dengan cek yang dalam hukum ekonomi berfungsi sama dengan sudah membayar utang piutang kepada pelapor.
“justru korban penipuan cek kosong/ palsu oleh yang punya dan atau yang keluarkan cek kosong inisial R. sementara, pemilik cek belum dijadikan tersangka dan diduga belum pernah dipanggil dan dikomfrontir ke penyedik Polda Aceh padahal dalam perkapolri 2014 Asas (presumtion of innocence),” ungkapnya.
Namun demikian, Muzakir menambahkan, pihaknya tetap menghormati putusan penyidik bahkan mendukung kenerja penyidik, tapi dia mengatakan, klienya juga punya hak untuk melakukan langkah-langkah, dalam koridor hukum, termasuk mempertimbangkan langkah hukum melakukan pra peradilan.
Sebelumnya, Kepala Bagian (Kabag) Pengadaan Barang dan Jasa Setdakab Aceh Jaya atau Unit Layanan Pengadaan (ULP), Mahdi ditetapkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Polda Aceh.
Seperti dikutip dari laman AJNN, Kamis (24/12), Sekretaris PDA Aceh Jaya, Nasri Saputra meminta Bupati Aceh Jaya untuk memberhentikan Mahdi dari Kepala ULP kabupaten setempat karena sehubungan dengan merebaknya isu yang bersangkutan sedang bermasalah dengan dengan hukum.
“Jika benar apa yang kita dengar, yang bersangkutan sedang bermasalah dengan hukum yang ditangani oleh Polda Aceh, maka sepatutnya bupati memberhentikan yang bersangkutan dari jabatan sebagai Kepala ULP,” kata Nasri.
“Agar roda pemerintahan berjalan sebagaimana harapan bersama, dan yang bersangkutan agar dapat fokus menghadapi persoalan hukum yang membelitnya”, tambah Pon Chek sapaan Nasri kepada AJNN.
Sambungnya, terkait penetapan Mahdi sebagai DPO Polda Aceh, bupati harus mengambil sikap yang tegas dan terukur, hal itu perlu dilakukan agar nama baik bupati terjaga dan tidak terkesan melindungi seseorang yang sedang bermasalah dengan hukum. “Kita berharap bupati bersikap tegas, agar tidak terkesan melindungi,” harpa Nasri.
Discussion about this post