Banda Aceh – Meski sudah diresmikan orang nomor satu di Aceh, bukan berarti satu proyek sudah sesuai dengan ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku.
Seperti, proyek pekerjaan konstruksi pengembangan destinasi pariwisata dan pengembangan sarana dan prasarana milik Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh Kabupaten Aceh Tenggara.
Proyek dengan nilai kontrak Rp 1.823.657.092,00 yang dikerjakan oleh CV FM ini telah diresmikan pada Januari 2020 oleh Nova Iriansyah yang saat itu menjabat Plt Gubernur Aceh.
Sayangnya, proyek yang dikenala dengan nama objek wisata Ketambe ini telah menjadi temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI Perwakilan Aceh karena dikerjakan tidak berdasarkan spek.
BPK menyebutkan, jangka waktu pelaksanaan pekerjaan ini selama 183 hari kalender dimulai dari tanggal 21 Juni 2019 s.d. 21 Desember 2019. Pekerjaan telah selesai dilaksanakan dan telah diserahterimakan berdasarkan BAST Nomor Dst.602/3731.a/2019 tanggal 19 Desember 2019 serta telah dibayar lunas.
Hasil pemeriksaan fisik atas pekerjaan tersebut pada tanggal 6 Februari 2020 bersama dengan PPTK diketahui pada pekerjaan tersebut juga terdapat pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi.
Menurut BPK, pada kontrak pekerjaan, disebutkan bahwa pekerjaan beton tumbuk dan lantai kerja beton K-100 memiliki ketebalan 10 cm. Pemeriksaan fisik di lapangan menunjukkan bahwa tebal lantai tersebut adalah 4 cm.
“Dengan demikian atas pekerjaan senilai Rp18.224.969,20 tersebut tidak sesuai dengan spesifikasi yang dituangkan didalam kontrak,” tulis BPK dalam laporannya dengan Nomor ; 4.C/BPK/XVIII/BAC/06/2020 tertanggal 11 Juni 2020.
Sambung BPK, sehingga kelebihan pembayaran atas ketidaksesuaian spesifikasi sebesar Rp294.835.011,30 (Rp237.908.772,50 + Rp38.701.269,60 + Rp18.224.969,20).
BPK menilai, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Pengairan, dan Kebudayaan dan Pariwisata selaku Pengguna Anggaran tidak cermat dalam melaksanakan pengawasan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya.
Kemudian, KPA dan PPTK terkait pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Pengairan, dan Kebudayaan dan Pariwisata tidak cermat dalam melakukan pengendalian pelaksanaan kontrak.
Atas permasalahan, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang menyatakan bahwa atas data backup data dan asbuilt drawing yang berbeda sependapat, namun volume yang terpasang sudah sesuai dengan pembayaran serta atas kerusakan telah dilakukan perbaikan oleh penyedia jasa.
Terkait fungsi bronjong untuk memproteksi pilar jembatan dan berdasarkan banjir bulan Desember 2019 menunjukkan kondisi pilar jembatan tetap aman. Untuk pengujian 1 dan 2 tidak dilakukan lebih lanjut oleh penyedia jasa karena telah sesuai dengan arahan awal oleh Tim BPK;
Namun, BPK berpendapat bahwa Pekerjaan Pembangunan Jembatan Pintu Rime Ruas Jalan Batas Aceh Timur-Pining-Blangkejeren, selain memenuhi volume pekerjaan, umur dan kekuatan hasil suatu pekerjaan harus dipenuhi.
Sesuai hasil pemeriksaan fisik pada tanggal 8 Februari 2020 atau hanya 47 hari dari serah terima pekerjaan pada tanggal 23 Desember 2019 telah terjadi kerusakan pada bronjong dan hasil identifikasi penyedia jasa secara mandiri diketahui terdapat batu tanpa kawat bronjong.
Hal tersebut menunjukkan kekuatan fungsi bronjong diragukan dapat menjadi proteksi pilar jembatan sesuai dengan umur rencana jembatan. Atas arahan di lapangan pada saat pemeriksaan fisik, BPK menyampaikan hal tersebut berdasarkan data asbuilt drawing yang dijadikan dasar pemeriksaan fisik oleh BPK dan hasil pengujian fisik dilapangan yang hanya ditemukan bronjong untuk tingkat 4 dan 5 untuk kedua sisi.
BPK juga meminta untuk mengganti spesifikasi sesuai dengan yang diperjanjikan dalam kontrak atau; dan Melakukan penilaian secara teknis kualitas terpasang memenuhi spesifikasi dokumen kontrak oleh tenaga ahli independen, bersertifikat, dan yang berkompeten dan menghitung nilai wajar terpasang yang valid serta menyetorkan selisih harga ke Kas Pemerintah Aceh.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, Jamaluddin, SE, M.Si, Ak yang dikomfirmasi media ini mengakui temuan tersebut, namun katanya sudah hasil laporan BPK itu sudah ditindaklanjuti dengan membawa tim independen ke lokasi proyek sesuai dengan rekomendasi BPK.
“Sudah di tindak lanjuti dan juga sudah di bawa tim independen oleh Inspektorat Aceh untuk menilai hasil perbaikan sesuai rekomendasi BPK,” jawab Jamaluddin melalui pesan WhatsApp, Selasa, 23 Desember 2020.
Lebih lanjut kata mantan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Aceh itu, seperti laporan yang Ia dapat dari tim yang sudah turun kelapangan, pekerjaan itu telah diperbaiki dan sudah sesuai. Bahkan, Jamal meminta media ini untuk menghubungi Inspektorat Aceh guna memastikan perbaikan tersebut. Sayangnya, Jamal begitu namanya disapa tak menjawab lagi terkait apakah yang menjadi temuan BPK adalah proyek objek wisata Ketambe itu.
“Menurut tim yang turun ke lapangan sudah sesuai, mungkin bisa jg di konfirmasi ke Inspektorat,” ujarnya singkat.
Sekedar informasi, Pemerintah Aceh telah mengalokasikan dana Rp.1.82 miliar yang bersumber dari dana otsus Aceh tahun 2019 untuk pekerjaan konstruksi pengembangan destinasi pariwisata dan pengembangan sarana dan prasarana objek wisata Ketambe, Aceh Tenggara.
Proyek yang merupakan bagian dari Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) meliputi pemugaran meliputi pembangunan gapura, ruang rapat, mushala, panggung, jalan rabat beton dan dermaga untuk rafting.
Proyek tersebut juga telah diresmikan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, Senin (20/1/2020). Ketika itu, Nova Iriansyah datang kesana langsung untu memotong pita sebagai bagian seremoni peresmian yang disaksikan Kadisbudpar Aceh, Jamaluddin dan sejumlah pejabat daerah.
Discussion about this post