Banda Aceh – Dalam menghadapi perkembangan zaman, Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) ingin terus relevan dengan masyarakat dalam konteks kekinian bagi Millenial dan Zillenial. Untuk itu, BKKBN melakukan rebranding dengan melibatkan publik sejak awal dalam proses rebranding, dengan cara menggelar kompetisi atau lomba logo, tagline, dan jingle.
Untuk melakukan sosialisasi, BKKBN Aceh tentu akan melakukan berbagai cara, terutama akan memaparkan dalam acara pertemuan dan meminta bantuan dari media pers untuk menyampaikan pada khalayak ramai.
“Media pers agar terus menyampaikan ini, seperti dalam pertemuan dan rapat-rapat. Bisa juga disampaikan ke pemerintah daerah, apakah brending ini suda sampai ke mereka,” harap Kepala BKKBN Aceh, Drs. Sahidal Kastri, M. Pd disela Rakerda Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan, dan Keluarga Bencana (Banggakencana) BKKBN Aceh tahun 2020 di Hermes Palace Hotel, Kota Banda Aceh, Selasa, 10 Maret 2020.
Menurut Sahidal Kastri, memang sosialisasi logo baru ini harus dilakukan secara bersinambungan dan sistematis untuk memberikan informasi seperti brosur kepada Kabupaten dan Kota, sepaya tersebar di seluruh Aceh.
“Kita harapkan dengan adanya pemahamanlogo baru dan tagline ini bersemangat kembali, kita harapakan dengan teglen, BKKBN, Berencan itu keren. Kita harapkan keluarga- keluarga ini menyentuh kaum milenial, dengan bahasa keren. Sehingga, milenial meresakan bahwa BKKBN itu memperhatikan gaya mereka,” ungkap Sahidal Kastri.
Sahidal Kastri memaparkan bahwa program Banggakencana sama dengan Program Kependudukan Keluerga Berencana Pembanguna Keluarga (KKBPK), hanya saja beda cara penyucapakan, apalagi jika dibawa ke desa-desa akan akan susah diucapkan.
“Bangga kencana artinya kita merasa bangga, kalau kencana itu ada kereta kuda, lebih menyuntuh. Kalau tujuannya sama saja. Cuman kalau Banggakencana penyembutannya ini lebih mendekati kaum milenial,” katanya.
Lanjut Sahidal Kastri, sasaran dari Rakorda ini adalah indikator kinerja utama seperti Total Totality Rite ini bisa diturunkan. Dari enam indikator utama, yang bisa di turunkan di Aceh adalah pendewasaan usia kawin, itu Aceh sudah bagus.
“Ini kita harapkan, kita samakan persepsi dulu, selanjutnya baru kita terapkan di kanbupaten dan kota, untuk berpacu karena kelahiran, kita menjaga anaknya sehat dan ibunya sehat. Bagaiman kita mengurangi angka kematian ibu, ini yang kita harapkan,” harapnya.
Dia juga mengharpakan ibu-ibu di Aceh agar meberikan lebih banyai ASI Eklusif untuk bayinya. Karena hanya 23 persen ibu di Acveh memberikan Asi Eklusif untuk anak. Sementara, 77 persen laiinya tidak memberikan ASI eklusif untuk bayinya.
“Masalah stunting adalah pola asuh yang terkait dengan pemberian ASI. Jadi, kalau masalah gizi, sedikit sekali yang menyebakan anak Aceh stunting karena gizi. Artinya, kesedianya makanan banyak, saya yakin stunting itu terkait dengan pola asuh anak. Nngak tahu saya ibu diu Aceh ini 77 persen tidak memberikan ASI eklusif,” ungkapnya.
Kemudian, lanjut Sahidal Kastri penyebak stunting adalah terkait dengan sanitasi. “Padahal, kita sudah menerapkan syariat islam, namun prilaku kita masih kotor. Nah, kita harus sampaikan apa adanya. Karena ketika di kabupaten dan kota itu bagus maka akan bagus Aceh ini, karena kita satu kesatuan,” harap Sahidal Kastri.
Discussion about this post