Banda Aceh – Sebagian besar wilayah Aceh Besar kini telah krisis air bersih. Akibatnya, mereka harus menempuh perjalan jauh mengambil air untuk memenuhi kebutuhannya.
Warga Kecamatan Lhoknga, Eli Susanti mengatakan kekeringan yang terjadi di Gampong Lambaro Seubun, Lhoknga yang situasinya serupa dengan sejumlah gampong lainnya di Peukan Bada, Lhoknga, dan Leupung.
“Warga desa saat ini, kata dia, sangat kesulitan air. Untuk dapat mengakses air, masyarakat harus menempuh jarak yang jauh, “Dan terkadang air yang kami peroleh itu tak layak dikonsumsi,” kata Eli pada diskusi publik yang digelar Solidaritas Perempuan (SP) Bungoeng Jeumpa Aceh, Meunasah Gampong Lambaro Seubun, Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar, Sabtu, 15 Februari 2020.
Lanjut Eli, meski belakangan sudah menerima suplai air dari sejumlah pihak, menurutnya itu belum cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kebutuhan yang ia maksud terutama bagi kaum perempuan yang biasanya berperan lebih di ranah domestik rumah tangga.
“Bagi kami yang ibu-ibu, air itu adalah sumber kehidupan utama, dan selama ini rata-rata air dari sumur rumah semua kering, jadi kami berharap dari pemerintah untuk menyelesaikan terkait krisis air di desa kami,” keluhnya.
Ia menjelaskan, krisis air di desa tempat tinggalnya sudah setahun lebih. Selama ini banyak upaya yang sudah ditempuh masyarakat. Namun yang menyedihkan, ujarnya, masalah kelangkaan air tak kunjung tuntas.
Kaum perempuan terpaksa antri untuk mengangkut air, bahkan begadang malam hingga mengurangi waktu istirahatnya.
“Sementara dari pihak gampong belum dapat berbuat banyak, karena sudah ada penyuplai itu saja kami sudah sangat bersyukur,” ujarnya.
Warga lainnya, Nurmi dari Gampong Deah Mamplam mengeluhkan krisis air di desanya. Suplai air pernah diberikan beberapa tangki oleh perusahaan yang beroperasi di sekitar gampong.
Namun hanya beberapa waktu saja, setelah itu suplai mandek dan warga kembali kesulitan. Untuk kebutuhan sehari-hari, mereka terpaksa membeli air. “Kami sangat berharap bapak dewan bisa mendesak pemerintah untuk memberi kami mobil tangki, untuk ketersediaan air ke Deah Mamplam,” harap Nurmi.
Hal senada disampaikan warga Lambadeuk, Nurmasyitah. Ia menceritakan, Embung Lambadeuk yang biasanya menampung air kini sudah menipis. Dikelola oleh PDAM dari tahun 2015, namun warga setempat belum dapat menikmati air dari embung tersebut.
“Tahun 2019 ada dipasang pipa tapi tidak air, bantuan tidak ada,” katanya.
Lanjut Nurmi, warga sempat lega dengan adanya mata air dari Desa Lamguron yang dapat menyediakan air untuk dua gampong sekitarnya. Namun kendala muncul saat terjadi kebocoran pada pipa saluran.
“Kami warga sekarang butuh bantuan untuk memperbaiki itu,” ungkapnya.
Discussion about this post