Banda Aceh – Penebangan hutan secara liar terus menerus menjadi faktor utama krisis air di Aceh Besar lantara debit air menjadi sedikit dan mengakibatkan Embung Lambadeuk sebagai penampung air di Aceh Besar mengering.
“Penerbangan liar terus terjadi di sejumlah titik, seperti di hutan Jantho, Suelimum, Lhong dan Leupung. Kondisi ini semakin mengkhawatirkan,” kata Pegiat perempuan, Suraiya Kamaruzzaman dalam diskusi publik yang digelar Solidaritas Perempuan (SP) Bungoeng Jeumpa Aceh, Meunasah Gampong Lambaro Seubun, Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar, Sabtu, 15 Februari 2020.
Suraiya memaparkan pada tahun 2017 air pernah mengalir dari Goh Leumo ke embung Embung Lambadeuk namun sekarang alirannya kian minim bahkan ketika terjadi hujan pun, air tetap tak memadai.
Menurutnya ada dua hal yang perlu diperhatikan tentang pemenuhan hak atas air, yakni kebutuhan jangka pendek dan jangka panjang. Untuk jangka pendek, pemerintah perlu menjamin ketersediaan air bersih bagi kebutuhan masyarakat sehari-hari.
Kemudian, perlu ada koordinasi bersama antara masyarakat, pemerintah dan DPRK terkait penyaluran air di Aceh Besar.
“Bisa dengan membuat terobosan dengan penyuplaian air ke rumah-rumah, “sehingga ibu-ibu tidak lagi mengantre,’ harapnya.
Dia meminta Pemerintah Aceh Besar serius memastikan ekosistem di kawasan hutan Aceh Besar, terutama keberadaan karst.
“Penambangan yang dilakukan perusahaan-perusahaan sangat berdampak buruk bagi masyarakat, pemerintah harus tegas menyikapinya,”harapnya.
Selain Suraiya, hadir pula dalam diskusi sebagai pembicara tokoh perempuan Aceh Besar, Eli Susanti dan Anggota DPRK Aceh Besar, Abdul Muchti serta disaksikan warga dan tokoh masyarakat setempat.
Discussion about this post