Kontrasaceh.id – Polemik penetapan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) DPR Aceh belum juga berakhir. Bahkan, telah tercipta dua faksi yang berbeda pendapat diantara anggota dewan terhormat itu.
Saling sikut dan klaim merasa paling benar tak dapat dihindari. Fraksi PA, Gerindra, PKS, PNA, PAN berpendapat penetapan AKD DPR Aceh dalam sidang paripurna pada 17 Januari 2020 sesuai dengan aturan karena dihadiri oleh lebih 50 persen peserta sidang atau mencapai kourum.
Sebaliknya, Fraksi Golkar, Demokrat dan PPP menganggap penetapan tersebut cacat hukum karena tak berimbang, porfosional atau bertentangan dengan Tatip DPR Aceh pasal 79 ayat 2 dan 4.Itu sebabnya, tiga fraksi yang berasal dari Parnas tadi berniat mengadukan hal tersebut pada Kementerian Dalam Negeri. Tak tertutup kemungkinan akan dibawa ke ranah hukum.
Perpecahan diantara anggota dewan tentu tak boleh dibiarkan berlarut-larut. Fungsi dan tugas mereka sebagai pengontrol pemerintahan tak akan berjalan maksimal. Hari-hari mereka hanya disibukan dengan agenda konfrensi pers untuk berbalas pantun dimedia massa.
Padahal, banyak persoalan yang lebih urgent untuk diurus. Sebut saja, sejauh mana realisasi APBA 2020? Apakah telah berjalan dengan baik? Toh, predikat daerah paling miskin tetap saja tak beranjak seperti penyakit akut yang tak ada obatnya lagi.
Publik yang telah mempercayakan mereka sebagai penyambung lidah sedang menunggu sejauh mana kenerja dalam memperjuangkan aspirasi rakyat. Ironisnya, malah dipertontonkan hawa nafsu dalam memperjuangkan kepentingan kelompoknya saja. Akhirnya, yang menjadi korban tetap saja rakyat.
Lantas, kemana Wali Nanggroe Aceh, Malik Mahmud Al-Haytar?
Pertanyaan itu tentu saja tak berlebihan. Mengingat fungsi dan tugas utama Wali Nanggroe adalah sebagai perekat dan pemersatu dalam menjaga persatuan dan perdamaian di bumi Serambi Makkah ini.
Faktanya, hingga saat ini atau hampir satu bulan kisruh di DPR Aceh, Malik Mahmud Al-Haytar belum juga angkat bicara sekedar untuk meneduhkan suasana.
Anggota DPR Aceh, Wahyu Wahab Usman berpendapat Wali Nanggroe harus menjadi penengah dalam kisruh antar fraksi di DPR Aceh.Menurutnya, sebagai tokoh yang dituakan dan orang tua masyarakat Aceh, Malik Mahmud harus turun untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
“Di sinilah peran seorang Wali Nanggroe dibutuhkan,” kata Wahyu Wahab di Banda Aceh, Senin, 20 Januari 2020.
Wahyu Wahab menilai, hanya Wali Nanggroe sebagai pihak yang netral untuk dapat menyembatani para pimpinan politik di Aceh, untuk dapat duduk bersama mencari solusi dalam kisruh AKD.
“Apabila Wali Nanggroe netral sebagai orang tua, maka masalah ini bisa terselesaikan dengan arif,” harapnya.
Selain itu, Wahyu Wahab juga berharap anggota legislatif yang duduk di DPR Aceh harus kompak dan bersatu, dengan tidak terpecah belah dalam hal menjalankan amanah rakyat guna mewujudkan Aceh yang makmur dan sejahtera.
“Mahal sekali biaya yang dikeluarkan hanya untuk ‘bertempur‘ memperebutkan nafsu dan tujuan kelompok. Kisruh ini tentu sangat merugikan masyarakat yang memberikan amanah kepada para anggota legislatif,” ungkapnya.
Menurut Wahyu Wahab kisruh AKD hanya bisa diselesaikan oleh para pihak yang berada di belakang layar atau di luar parlemen
Dia masih memegang teguh petuah bahwa musyawarah dan mufakat adalah budaya masyarakat Aceh namun hari ini terabaikan. Silaturahmi pun tidak berjalan, sehingga hal ini akan memperburuk kondisi politik dan jalannya pemerintahan di Aceh.
“Wali Naggroe harus turun tangan dan harus netral, Karena beliau (Wali Nanggroe) sangat berkompeten menengahi kisruh ini,” tegasnya.
Discussion about this post